Rabu, 15 Januari 2014

Apresiasi Kepada Pemkab Bogor Untuk Negara


Kinerja petugas Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP), patut kita apresiasi. Petugas Satpol PP Kabupaten Bogor kembali menyegel sejumlah villa di Kecamatan Cisarua. Dalam 25 hari, 145 bangunan di kawasan Puncak Cisarua berhasil dirobohkan. Kita bisa melihat keberanian Bupati Bogor, Rachmat Yasin mengeluarkan kebijakan membongkar villa liar yang konon katanya rata-rata milik orang berpengaruh di Jakarta.

Maraknya bangunan villa liar yang berdiri di tanah Negara yang merupakan lahan konservasi ini sangat jelas tidak diizinkan untuk didirikannya bangunan. Sehingga, Pemkab Bogor tidak perlu ragu apalagi takut untuk membongkar villa-villa liar itu, siapapun pemiliknya. Tidak peduli pejabat siapa, baik itu sipil, tentara atau polri. Negara kita ini merupakan negara hukum, siapapun akan kena sanksi dari institusi mereka jika memang melakukan pelanggaran. Bahkan, Pemkab Bogor dalam hal ini sebaiknya tidak perlu takut untuk menyampaikan kepada DPR, karena DPR-pun pasti akan menyampaikannya kepada pimpinan tertinggi. Pemkab Bogor memang sudah seharusnya bertindak tegas terkait bangunan villa liar yang berdiri diatas areal hutan lindung yang nota bene adalah tanah negara, atau tanah yang peruntukannya bukan untuk villa.

Dilakukannya pembongkaran villa liar yang sudah puluhan tahun menjadi gantungan hidup, membuat warga sekitar melancarkan perlawanan karena mereka merasa kehilangan lahan mata pencaharian. Hal ini pun dilakukan tentu dengan perencanaan sebelumnya. Bangunan yang akan dibongkar biasanya sudah disidak beberapa kali oleh DPRD Kab Bogor dan sudah diberikan peringatan oleh Dinas terkait.

Penyakit di Negara ini sudah terlalu banyak. Negara yang kaya sumber daya alam ini tidak akan pernah maju apabila masih berdiam diri terutama dalam membersihkan lingkungan di daerah kita. Apa jadinya jika negara kita ini tidak memiliki tanah resapan air karena tanahnya sudah terpakai semua oleh bangunan-bangunan liar?. Untuk itulah kita dukung kinerja Pemkab Bogor yang tentunya mampu memberikan sumbangan positif bagi negara melalui wilayah dan masyarakatnya. Lebih dari itu, kita tetap menyuarakan agar Pemkab Bogor bisa konsisten, kontinu, dan bersemangat dalam melaksanakan tugas.

YANG TERBINGKAI MENJADI BANGKAI


Aku melirik jam dinding kamarku yang seolah menyapaku di larut malam itu, jam menunjukkan pukul 02.00 WIB, tapi mataku masih saja tak dapat terpejam mungkin karena aku kebanyakan memikirkan dia. Dia adalah . . . . sebut saja Edo, seseorang yang telah merebut hatiku semenjak sebulan yang lalu. Awal pertemuanku dengan dia karena sebuah kebetulan. Saat itu aku sedang menengok sahabatku, Putri. Kami telah menjalin persahabatan telah lama, namun dia memang tak pernah menceritakan tentang Edo, yang dia katakan tentang Edo, kalau Edo adalah kakaknya yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Singapura. 
Saat malam telah berlalu, pagi pun kembali terukir merasuki tiap insan yang kembali sibuk dengan berbagai aktivitasnya. Aku terbangun, dengan mata yang terasa kusut. Segera aku menyiapkan diri untuk berangkat ke tempat kerja walau sebenarnya aku malu dengan tampilan bentuk mataku, mengingatkanku pada mata panda. 
Sesampainya ditempat kerja semua teman-temanku menertawakanku.
"Soooonnn........ mata loe kenapa?? habis dicium nyamuk ya..?,” ungkap Dewi menggodaku disusul oleh tawaannya yang seolah olah memecahkan kesunyian di pagi itu. Tapi bukan hanya Dewi yang menertawanku. Putri, Intan, Hari, dan Yozua pun semuanya sama tertawa terbahak-bahak tapi aku tetap berusaha tenang, biarlah mereka tertawa tapi tetap saja aku tak menghiraukan godaan maupun cercaan satu persatu dari mereka yang telah kudapatkan karena dipikiranku hanyalan Edo dan Edo, tak ada yang lain. Sepertinya ku memang telah jatuh cinta kepada Edo.
Aku bekerja di toko bunga, dan ketika aku sedang sibuk menata berbagai bunga,  terlihat Putri mendekatiku, "Sonia… nanti, kak Edo mau ngajak kamu jalan, mau gak??" bisiknya lembut. 
"Masa sih?, bercanda ya, yang benar aja??" ucapku lirih, sepertinya Putri tau bahwa aku jatuh cinta kepada Kakaknya itu. Kuperhatikan wajah Putri dengan saksama, memang tak jauh beda dengan Edo, mereka memiliki bulu mata yang lentik dan wajah yang menawan.
"Bener banget, sumpah deh. Gimana?'' bisik Putri lagi, kali ini wajahnya sangat meyakinkanku. Dan aku pun menjawabnya dengan mengangguk sambil menyinggungkan senyum termanisku.
Akhirnya waktu yang kutunggu-tunggu pun datang, kulihat Edo telah menungguku diluar  dengan sabar, walau nampak sediki-sedikit dia menoleh ketempat kerjaku. Aku memandangi cermin berulang-ulang untuk meyakinkan diriku bahwa hasil polesan bedak dan lipstikku sudah menarik. Setelah kurasa cukup, aku pun berjalan kearahnya. Jantungku berdetak tak karuan, wajahku seolah merah semerah strawberry. Langkahku terasa berat apalagi saat melihat senyum menawan itu dan melihat lambaian tangannya yang seolah menghipnotisku. 
Kamipun akhirnya bergegas pergi, aku tak tahu kemana dia akan membawaku. tapi, ternyata di membawaku kesebuah pantai. Kami menikmati suasana sore di pantai itu dengan senang. Langit berwarna biru, burung-burung terbang menari seolah mereka ikut dalam suasana keceriaan hatiku di sore itu. Angin terasa menyapa rambutku yang terurai panjang. tak henti kupandangi wajah Edo bagaikan lukisan indah yang menyejukkan. Diapun tak henti-hentinya memercikkan air laut itu kepadaku.
Waktu terasa cepat berlalu, tapi kurasakan hari-hari yang kulalui tak cepat berlalu karena semenjak dipantai itu hingga hari ini pun, Edo selalu menghiasi hari-hariku membuatku terasa lebih berarti menjalani kehidupan ini dan ditiap malam kucoba untuk mengenang kebersamanku bersamanya semua nampak begitu indah. Tapi aku juga merasakan kesedihan, mengapa hingga saat ini dia tak pernah mengatakan cinta terhadapku. Padahal tiap kali bersamanya, aku selalu merasakan getar-getar cinta yang tumbuh diantara kita. Kucoba menepis pikiran itu.
"Mungkin dia lagi nunggu waktu yang tepat untuk menyatakannya, dan aku akan tetap menunggumu, Edo" aku bergumam sendiri.
Satu bulan telah berlalu, hari ini pun seperti biasa aku bekerja tapi Putri sudah 4 hari tidak masuk kerja. Aku coba menghubunginya lewat handphone namun, hasilnya nihil. Hp-nya gak aktif. Diapun tak memberi kabar ketempat kerja kami. Sama seperti halnya dengan Putri, begitupun dengan Edo. Hp Edo juga gak aktif tapi karena dia memang punya alasan yang tepat, dia mengatakan kalau 4 hari itu dia sedang berada di luar kota sedangkan hp-nya akan di-service
Akhirnya malam ini, aku putuskan untuk kerumah Putri. Sebelum memasuki halaman rumahnya, nampak banyak parkiran motor dan mobil disana-sini. Aku bertanya tanya dalam hati acara apa ini. Lalu mataku tersentak kaget ketika melihat sebuah janur kuning. Tiba-tiba pembantu Putri, bik Sumi memanggilku hingga membuatku kaget.
"Loh, Mbak Sonia, kok masi diluar, ayo cepetan masuk acaranya mau dimulai tuh!"
"Acara apa bik?" tanyaku lirih.
"Resepsi pernikahannya Non Putri dan Mas Edo, mbak!''
Hatiku begitu sakit luar biasa kurasakan kepalaku ingin meledak. Darahku terasa mendidih.
"Mereka kan adik kakak, bik?" suaraku terbata-bata.
"Mereka memang adik kakak tapi bukan sekandung, Sejak kecil mereka sudah di jodohkan," kata bik Sumi sembari meninggalkanku.
Pernyataan itu membuatku menangis histeris, ku tak memperdulikan pandangan-pandangan undangan yang berlalu lalang dihadapanku. Aku berjalan mencoba mendekati pelaminan mereka. Terlihat kebahagiaan nampak di wajah mereka. Tiba-tiba aku pun tak sadarkan diri dengan limpahan air mata, aku ingin tidur selamanya karena aku tak sanggup menahan sakit luar biasa atas sebuah pengkhianatan dari orang yang kusayangi dan kucintai. Ya ampun, jodoh mungkin memang tak akan kemana. Kalau jodoh juga pasti ketemu di pelaminan, tapi jadi tamu.

Menengok Wajah Televisi Indonesia



Bagai kaca terhempas ke batu. Kecewa. Itulah gambaran peribahasa yang saya rasakan dengan perkembangan televisi Indonesia saat ini. Televisi merupakan media yang paling efektif dalam menyampaikan informasi pada masyarakat seharusnya juga bisa menjadi sarana pendidikan. Menghasilkan generasi muda yang berpikiran luas tidak hanya bergantung dari lembaga pendidikan formal maupun informal. Televisi juga dapat memberi masukan sedikit demi sedikit dalam perkembangan pemikiran generasi muda.
Kehadiran televisi banyak memberi pengaruh positif maupun negatif secara luas. Pengaruh tersebut berkaitan dengan kemampuan untuk menyuguhkan beragam tayangan hiburan yang dapat menghilangkan stress karena banyaknya masalah dalam kehidupan tetapi juga    dapat menambah informasi, wawasan, pengetahuan, pendidikan dan lainnya. Faktanya bahwa siaran televisi memberikan dampak positif bagi penonton, tentu saja merupakan sebuah nilai tambah bagi siaran televisi tersebut. Dampak negatif tayangan televisi adalah tayangan yang berisikan perilaku keras atau moralitas negatif, tentu sangat berpengaruh bagi penonton yang masih di bawah umur.
Di era modern, televisi dengan kilatnya membius masyarakat. Berbagai tayangan yang ditampilkan di televisi, baik itu iklan, dengan cepatnya merasuki pikiran penonton baik dewasa maupun anak kecil. Pengaruh yang mencetak budaya anak alay sangat terlihat jelas. Apalagi jika kita flash back televisi jaman dahulu dengan tayangan sekarang sudah hampir berbalik 180 derajat. Membosankan.  Televisi telah meresahkan kita semua, seperti acara televisi dapat membuat kita menjadi pemalas, lupa diri, mengakibatkan pergeseran moral dan lain sebagainya. Jika tidak mendapat pengawasan yang cukup, anak-anak akan meniru segala hal yang dilihatnya di televisi. Karena itulah cara yang tepat untuk mencegah pengaruh negatif tersebut kita harus selektif dalam memilih acara di TV, dan harus selalu ingat bahaya penyakit yang ditimbulkan karena lama menonton acara TV hingga banyak memakan waktu.

Selasa, 15 Oktober 2013

Utamakan Paru-paru Kota

Kota Seribu Angkot

Keadaan udara kota yang buruk membuat penduduk kota mengalami berbagai keluhan penyakit dan itu sudah menjadi hal yang harus segera ditangani secara serius oleh Pemkot Bogor. Begitu pula dengan kemacetan yang terjadi dimana-mana. Selama ini Wali Kota hanya berkata omong kosong.
Jalan yang begitu penting untuk roda ekonomi dan segala macam mobilitas yang tinggi seharusnya menjadi perhatian dan tertata dengan baik. Tapi yang terjadi adalah berubahnya kota hujan ini menjadi kota seribu angkot. Tentunya ini menjadi hal yang seharusnya dilirik oleh Walikota Bogor yang baru terpilih. Apakah dengan kepemimpinan baru ini, Bima Arya, Walikota Bogor periode 2013-2018 mampu mengentaskan kemacetan yang sudah mengendap di Bogor ini.
Kejadian kejadian yang tak pernah kita duga seharusnya menjadi evaluasi agar perbaikan yang maksimal segera dilakukan. Kecelakaan yang sering membuat lalu lintas di sekitar lokasi tersebut macet panjang. Kerugian yang tidak hanya menimpa korban tetapi juga orang banyak yang melewati jalur itu.
Hal ini menjadi sebuah cermin yang melemahkan Indonesia di mata dunia. Sebaiknya korupsi ditinggalkan dan mari kita tata Bogor secara manusiawi.

Minggu, 13 Oktober 2013

Arus Modernitas Menindas PKL

Jika saja ada jalan lain yang jauh lebih baik ketimbang harus adu jotos dan melelehkan air mata karena pertikaian yang terjadi antara petugas dan pedagang kaki lima (PKL) karena lahan yang harus ditertibkan. Negeri ini telah lama menjadi bulan-bulanan arus modernitas yang begitu kuat menggempur paksa “orang kecil” yang hanya mampu seadanya berusaha dengan keterbatasan tetap menjamur serta hidup dalam pola mereka sendiri.
Sudah selayaknya-lah pemerintah “menyerah” dan mengabdi kepada rakyat dengan sepenuh hati yang penuh rasa cinta kepada rakyatnya. Karena bagaimanapun mereka adalah salah satu motor penggerak roda ekonomi melalui usaha kecil yang mereka jalani setiap hari eh kok malah digusur dan dibikin makin sulit. Yang saya bayangkan kotak rokok itu adalah asset yang sangat berharga bagi kehidupan mereka yang sedang berjuang bertahan di tengah arus deras pertumbuhan metropolis yang tunggang langgang serba cepat dan panik.
                Jalanan memang sering tertimbun kemacetan karena harus berbagi dengan para PKL. Jalanan ini adalah salah satu area yang dianggap paling strategis karena tempat banyak orang berlalu lalang. Disanalah sering terjadi penyumbatan arus kendaraan karena banyak yang berhenti untuk membeli sesuatu. Tapi, itulah kota Jakarta, sebuah kota yang terus berjalan hingga hari ini tanpa tata ruang kota yang benar-benar matang, terukur dan terencana. Semua serba tumpang tindih dari gagasan-gagasan spontan. (evy)

Jumat, 04 Oktober 2013

Coklat di Malam Jumat

Sonia, gadis berusia 17 tahun yang hidup serba berkecukupan. Dia merupakan putri tunggal dari seorang pengusaha sukses. Ayahnya adalah pemilik Angin-angin Group, sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang kontraktor dan memiliki berbagai cabang di berbagai kota besar di Indonesia. Sonia tinggal di sebuah perumahan elite ditemani kedua pembantu dan seorang satpam. Kesibukan Ayahnya membuat Sonia kesepian. Ibunya sudah lebih dari lima tahun yang lalu meninggal. Gadis yang terkenal pendiam ini tidak pernah tahu bagaimana hidup yang prihatin seperti orang yang berada dibawahnya. Bahkan, tak banyak waktu untuk Sonia bisa bersama Ayahnya. Ia sering ditinggal untuk urusan kerja di luar kota, Ia tak pernah tahu bagaimana rasanya dikecup keningnya,

Saat ayahnya sedang di rumah, Sonia selalu menyempatkan diri untuk berbagi cerita. Digenggamlah tangan Ayahnya ketika mereka sedang terlihat menikmati keremangan cahaya bulan yang bersembunyi di balik rindangnya pohon cemara. Digenggam tangan itu dengan hangat.
Ayahnya tersenyum dan bertanya, “sudahkah kamu makan, Nak?”.
Pertanyaan sesederhana ini membuat Sonia menyimpan sebuah harapan. Harapan kalau Ayahnya akan mengajaknya makan malam diluar. Karena bagi Sonia makan bersama ayahnya merupakan hal yang cukup langka dalam hidupnya. Namun, ternyata harapan itu seketika pupus ketika sebuah kalimat terlontar, “Ya sudah makan dulu sana nanti kamu sakit !.”

Tanpa tahu bahwa jawaban itu membuat hati Sonia sakit. Ia sedih. Tanpa mengiyakan perintah ayahnya, ia pun langsung masuk dan meninggalkan ayahnya. Sonia menangis di kamar. Sambil memeluk guling, ia pun menangis tersedu. Bertanya pada sebuah boneka yang ia anggap boneka itulah teman setianya di rumah. Apakah dirinya tak pernah penting dimata ayahnya. Apakah ayahnya tak pernah menyimpan sayang untuk seorang anak gadis tunggalnya itu?  Kenapa ia tak pernah membagi waktunya untuk anaknya?. Sonia kesal sekali. Ia berniat ingin kabur dari rumah tetapi, ia ingat bahwa malam itu adalah malam Jumat. Sonia takut.
Akhirnya, ia memutuskan tak jadi pergi dan berusaha menghibur dirinya sendiri dengan menonton film lucu sambil makan coklat. Satu per satu coklat pun habis dimakannya. Hamper lima bungkus coklat ia habiskan dalam sekejap. Berharap ia akan sakit gigi supaya ayahnya lebih peduli. Namun, naas sekali Sonia malam itu. Bukannya sakit gigi yang ia dapatkan tetapi malah sakit perut. Ia terkapar kesakitan. Mulutnya mengeluarkan darah. Sonia keracunan. Ia menangis, tak mampu untuk berteriak. Film yang ia setel begitu kencang dari kamar atas sehingga orang rumah akan menyangka dirinya baik-baik saja. Sungguh tak disangka, Sonia memakan coklat yang telah kadaluarsa. Ia hanya mampu memandang bungkus coklat dan seketika matanya telah gelap terpejam.