Aku melirik jam dinding
kamarku yang seolah menyapaku di larut malam itu, jam menunjukkan pukul 02.00
WIB, tapi mataku masih saja tak dapat terpejam mungkin karena aku kebanyakan
memikirkan dia. Dia adalah . . . . sebut saja Edo, seseorang yang telah merebut
hatiku semenjak sebulan yang lalu. Awal pertemuanku dengan dia karena sebuah
kebetulan. Saat itu aku sedang menengok sahabatku, Putri. Kami telah menjalin persahabatan
telah lama, namun dia memang tak pernah menceritakan tentang Edo, yang dia
katakan tentang Edo, kalau Edo adalah kakaknya yang baru saja menyelesaikan kuliahnya
di Singapura.
Saat malam telah
berlalu, pagi pun kembali terukir merasuki tiap insan yang kembali sibuk dengan
berbagai aktivitasnya. Aku terbangun, dengan mata yang terasa kusut. Segera aku
menyiapkan diri untuk berangkat ke tempat kerja walau sebenarnya aku malu
dengan tampilan bentuk mataku, mengingatkanku pada mata panda.
Sesampainya ditempat
kerja semua teman-temanku menertawakanku.
"Soooonnn........
mata loe kenapa?? habis dicium nyamuk ya..?,” ungkap Dewi menggodaku disusul
oleh tawaannya yang seolah olah memecahkan kesunyian di pagi itu. Tapi bukan
hanya Dewi yang menertawanku. Putri, Intan, Hari, dan Yozua pun semuanya sama
tertawa terbahak-bahak tapi aku tetap berusaha tenang, biarlah mereka tertawa
tapi tetap saja aku tak menghiraukan godaan maupun cercaan satu persatu dari
mereka yang telah kudapatkan karena dipikiranku hanyalan Edo dan Edo, tak ada
yang lain. Sepertinya ku memang telah jatuh cinta kepada Edo.
Aku bekerja di toko bunga,
dan ketika aku sedang sibuk menata berbagai bunga, terlihat Putri mendekatiku, "Sonia…
nanti, kak Edo mau ngajak kamu jalan, mau gak??" bisiknya lembut.
"Masa sih?, bercanda
ya, yang benar aja??" ucapku lirih, sepertinya Putri tau bahwa aku jatuh
cinta kepada Kakaknya itu. Kuperhatikan wajah Putri dengan saksama, memang tak
jauh beda dengan Edo, mereka memiliki bulu mata yang lentik dan wajah yang
menawan.
"Bener banget, sumpah deh. Gimana?'' bisik Putri lagi, kali ini wajahnya
sangat meyakinkanku. Dan aku pun menjawabnya dengan mengangguk sambil menyinggungkan
senyum termanisku.
Akhirnya waktu yang
kutunggu-tunggu pun datang, kulihat Edo telah menungguku diluar dengan
sabar, walau nampak sediki-sedikit dia menoleh ketempat kerjaku. Aku memandangi
cermin berulang-ulang untuk meyakinkan diriku bahwa hasil polesan bedak dan
lipstikku sudah menarik. Setelah kurasa cukup, aku pun berjalan kearahnya.
Jantungku berdetak tak karuan, wajahku seolah merah semerah strawberry. Langkahku terasa berat
apalagi saat melihat senyum menawan itu dan melihat lambaian tangannya yang
seolah menghipnotisku.
Kamipun akhirnya
bergegas pergi, aku tak tahu kemana dia akan membawaku. tapi, ternyata di
membawaku kesebuah pantai. Kami menikmati suasana sore di pantai itu dengan
senang. Langit berwarna biru, burung-burung terbang menari seolah mereka ikut
dalam suasana keceriaan hatiku di sore itu. Angin terasa menyapa rambutku yang
terurai panjang. tak henti kupandangi wajah Edo bagaikan lukisan indah yang
menyejukkan. Diapun tak henti-hentinya memercikkan air laut itu kepadaku.
Waktu terasa cepat
berlalu, tapi kurasakan hari-hari yang kulalui tak cepat berlalu karena semenjak
dipantai itu hingga hari ini pun, Edo selalu menghiasi hari-hariku membuatku
terasa lebih berarti menjalani kehidupan ini dan ditiap malam kucoba untuk
mengenang kebersamanku bersamanya semua nampak begitu indah. Tapi aku juga
merasakan kesedihan, mengapa hingga saat ini dia tak pernah mengatakan cinta
terhadapku. Padahal tiap kali bersamanya, aku selalu merasakan getar-getar
cinta yang tumbuh diantara kita. Kucoba menepis pikiran itu.
"Mungkin dia lagi
nunggu waktu yang tepat untuk menyatakannya, dan aku akan tetap menunggumu, Edo"
aku bergumam sendiri.
Satu bulan telah
berlalu, hari ini pun seperti biasa aku bekerja tapi Putri sudah 4 hari tidak
masuk kerja. Aku coba menghubunginya lewat handphone
namun, hasilnya nihil. Hp-nya gak aktif. Diapun tak memberi kabar ketempat
kerja kami. Sama seperti halnya dengan Putri, begitupun dengan Edo. Hp Edo juga
gak aktif tapi karena dia memang punya alasan yang tepat, dia mengatakan kalau
4 hari itu dia sedang berada di luar kota sedangkan hp-nya akan di-service.
Akhirnya malam ini, aku
putuskan untuk kerumah Putri. Sebelum memasuki halaman rumahnya, nampak banyak
parkiran motor dan mobil disana-sini. Aku bertanya tanya dalam hati acara apa
ini. Lalu mataku tersentak kaget ketika melihat sebuah janur kuning. Tiba-tiba
pembantu Putri, bik Sumi memanggilku hingga membuatku kaget.
"Loh, Mbak Sonia,
kok masi diluar, ayo cepetan masuk acaranya mau dimulai tuh!"
"Acara apa
bik?" tanyaku lirih.
"Resepsi
pernikahannya Non Putri dan Mas Edo, mbak!''
Hatiku begitu sakit luar
biasa kurasakan kepalaku ingin meledak. Darahku terasa mendidih.
"Mereka kan adik
kakak, bik?" suaraku terbata-bata.
"Mereka memang adik
kakak tapi bukan sekandung, Sejak kecil mereka sudah di jodohkan," kata bik
Sumi sembari meninggalkanku.
Pernyataan itu membuatku
menangis histeris, ku tak memperdulikan pandangan-pandangan undangan yang
berlalu lalang dihadapanku. Aku berjalan mencoba mendekati pelaminan mereka.
Terlihat kebahagiaan nampak di wajah mereka. Tiba-tiba aku pun tak sadarkan
diri dengan limpahan air mata, aku ingin tidur selamanya karena aku tak sanggup
menahan sakit luar biasa atas sebuah pengkhianatan dari orang yang kusayangi
dan kucintai. Ya ampun, jodoh mungkin memang tak akan kemana. Kalau jodoh juga
pasti ketemu di pelaminan, tapi jadi tamu.